Social Icons

Jual Beli Vespa terpercaya Kirim Kirim Seluruh indonesia

Translate

Minggu, 13 April 2014

Diagnosis kesulitas belajar

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR


A.     Pengertian Diagnosis
         Diagnosis merupakan istilah teknis dibidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :
1.     Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya ;
2.    Studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan – kesalahan dan sebagainya yang essensial.
3.    Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksaama atas gejala – gejala atau fakta tentang suatu hal.
         Dari ketiga pengertian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam konsep diagnosis, scera implicit telah mencakup pula konsep prognosisnya. Dengan demikian, didalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis, karakteristik maupun latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.

B.   Pengertian kesulitan Belajar

         Burton (1952:622-624) mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggapa mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan – tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut :
1.     Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
2.    Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya, sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil yang memuaskan.
3.    Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat pengusaaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.

C.   Diagnosis Kesulitan Belajar

         Dengan mengaitkan kedua pengertian diatsa maka kita dapat mendefinisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan – kesulitan belajar dengan menghimpun berbagai informasi selengkap mungkin sehingga mempermudah dalam pengambilan kesimpulan guna mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.

D.   Mengidentifikasi kasus kesulitan belajar

     Pada halaman berikut ini akan dijelaskan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.

1.     Dengan metoda criterion referenced, maksudnya tes yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memnuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah sebagai berikut :

a.    Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.

b.   Membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Secara teoritis, mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
c.   Menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa yang mengalami gejala terparah ( yang nilainya jauh dibawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya )
d.   Membuat rangking / tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan psikologis.
         Dengan hasil penandaan itu maka dapat dikatakan bahwa kelas atau individu – individu tersebut memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan dalam TIK). Sebagai bahan ilustrasi perhatikanlah grafik prestasi belajar berikut.

         Dalam grafik ini ditunjukkan terdapat enam siswa yang nilai prestasinya berada di bawah nilai batas lulus masing masing adalah A,E, I, J, L, M dimana E dan J dapat menjadi prioritas.
         Untuk kelanjutan pembahasan kasus, perhatikan juga grafik berikut ini.


         Dalam grafik kedua ini tampak dua siswa (E dan J) yang benar – benar jauh di bawah garis rata – rata (mean). Dengan demikian A, I, L, M dapat tidak menjadi kasus karena masih mendekati rata – rata.
         Dengan demikian, tampak jelas perbedaan grafik pertama dan kedua. Meskipun masih menggunakan nilai prestasi yang sama, jika norma atau ukuran yang dipergunakan dasarnya berbeda.
2.    Dengan metoda norm-references, maksudnya nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding bagi setiap nilai prestasi individu masing – masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a.   Mencari dan menghitung nilai rata – rata kelas atau kelompok
b.    Menandai siswa – siswa yang nilainya dibawah rata-rata
c.    Jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti pada metoda pertama.

E.   Prosedur dan Teknik Diagnosis Kesulitan Belajar
         Ross dan Stanley (1956:332-341) menggariskan tahapan – tahapan diagnosis seperti yang tersaji pada halaman selanjutnya.

         Dari skema tersebut, tampak bahwa keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu merupakan usaha perbaikan (corrective diagnosis) atau penyembuhan (curative). Sedangkan langkah yang kelima merupakan usaha pencegahan (preventive).
         Sedangkan menurut Burton (1952:640-652) penggolongan tahapan – tahapan diagnosis tidak didasarkan pada usaha penanganan, tetapi didasarkan [ada teknik dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaannya, seperti dibawah ini :
1.     General Diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2.    Analistic Diagnosis
Pada tahap ini yang lazim digunakan ialah tes diagnostik. Sasarannya, untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3.    Psychological Diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain :
a.   Observasi
b.    Analisis Karya Tulis
c.    Analisis Proses dan respon lisan
d.    Analisis berbagai catatan objektif
e.    Wawncara
f.    Pendekatan laboratories dan klinis
g.    Studi Kasus
         Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini pada dasarnya digunakan untuk memahami karakteristik dan faktor – faktor penyebab terjadinya kesulitan. Jika output dari layanan bimbingan belajar berupa perubahan pada diri siswa (terbimbing). Setelah menjalani tindakan penyembuhan (treatment). Maka output dari layanan diagnosis kesulitan belajar hanya sampai pada rekomendasi tentang kemungkinan alternatif tindakan penyembuhan.
         Jika kedua pendekatan tersebut diatas dijabarkan menjadi satu, maka hasilnya dilihat pada diagram berikut :

F.   Mengidentifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
         Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber pada komponen – komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar – mengajar sendiri.
         Berbagai variabel yang mempengaruhi proses belajar – mengajar menurut loree (1970:121-133) terdiri atas; 1) Stimulus atau learning variables, 2) Organismic Variables, 3) response Variable.
1.     Learning Variables, Mencakup
a.   Learning Experience Variables, antara lain mengenai
      1).  Method Variables, menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar, intensif – tidaknya bimbingan guru dan ada – tidaknya kesempatan untuk praktikum.
      2). Task Variables, mencakup menarik-tidaknya apa yang harus dipelajari, bermakna- tidaknya apa yang dipelajari dan tersedia-tidaknya fasilitas belajar yang memadai.

b.   Enviromental Variables, yang menyangkut iklim belajar yang bergantung pada faktor tersedianya waktu yang cukup untuk belajar dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai     
2.    Organismic Variables, mencakup
a.   Characteristic of the learners, antara lain tingkatan inttelegensi, usia dan taraf  kematangan, jenis kelamin dan kesiapan untuk belajar.
b.   Mediating Processes, kondisi yang lazim terdapat dalam diri swasta, antara lain, intelegensi, persepsi, motivasi, takut, cemas dan tekanan batin yang sebagainya turut berperan dalam proses berperilaku belajar.
3.    Response Variables, Jika dikelompokkan berdasarkan tujuan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut.
a.    Tujuan – tujuan kognitif , seperti pengetahuan, konsep – konsep dan keterampilan pemecahan masalah.
b.    Tujuan – tujuan afektif, seperti sikap – sikap, nilai – nilai, minat dan apresiasi.
c.    Tujuan – tujuan pola pola bertindak, antara lain ;
-                                                          Keterampilan psikomotoris, seperti menulis, mengetik, melukis, dsb.
-                                                          Kompetensi – kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato, memimpin diskusi, pertunjukan, dsb.
-                                                          Kebiasaan – kebiasaan, seperti kebiasaan hidup sehat, kejujuran, kerapian, dsb.
          
Sedangkan menurut Burton ( 1952 : 633 – 640 ), variabel yang mempengaruhi proses belajar mengajar dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa.
1.     Faktor – faktor dari dalam diri siswa, anatara lain ;
a.    Kelemahan secara fisik, seperti tidak berkembangnya susunan syaraf pusat karena cacat atau sakit, kurang berkembangnya panca indera sehingga menyulitkan proses interaksi penyakit menahun dan ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi.
b.    Kelemahan – kelemahan secara mental, seperti cacat mental, kurang semangat, serta trauma.
c.    Kelemahan – kelemahan emosional, seperti terdapatnya rasa tidak aman, tercekam rasa phobia, maupun ketidakmatangan.
d.    Kelemahan – kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan yang salah, seperti banyak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan aktivitas sekolah.
e.    Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti membaca, menghitung, dsb.

2.    Faktor – faktor dari luar diri siswa, antara lain ;

a.    Kurikulum yang seragam ( uniform ), bahan dan buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat – tingkat kematangan.
b.    Terlalu berat beban belajar / mengajar bagi siswa / guru.
c.    Terlalu besar populasi siswa dalam kelas.
d.    Terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.
e.    Kekurangan gizi.
Bruner and Bruner ( 1972 ) yang melekukan studi terhadap masalah putus sekolah di Indonesia, dari segi anthropologis ternyata menemukan kelemahan – kelemahan struktural yang fundamental, antara lain ;
1.     Pandangan masyarakat ( orang tua ) yang salah terhadap pendidikan.
2.    Adanya falsafat hidup “ nerimo ing pandum “ atau dengan kata lain tidak memiliki motif berprestasi ( n – Ach ).
3.    Tradisi hidup social dan ekonomi yang terbelakang.
Jika kita hubungan dengan uraian – uraian di atas, maka jika terdapat kasus kelemahan belajar dalam suatu kelas maka besar kemingkinan kelemahan itu bukan bersumber pada kelemahan siswa secara individual. Faktor yang memungkinkan terjadinya hal ini dapat berupa kualifikasi guru yang tidak memadai, system belajar – mengajar yang digunakan, pola keruangan sekolah atau bahkan system penilaian yang merugikan siswa.
Bermacam -  macam cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber kelemahan belajar baik untuk kasus kesulitan belajar perkelompok maupun perindividu dan apakan dari dalam atau luar diri siswa. Diantaranya dengan mengetes IQ siswa, tes bahasa dan bilangan, oenganalisisan cara belajar siswa ataupun dengan bantuan dokter ahli jiwa.

G.   KESIMPULAN DAN PEMBUATAN REKOMENDASI PEMECAHAN KASUS

Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti tersebut di atas, maka hendaknya 1) menarik kesimpulan umum 2) membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, selanjutnya, 3) memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
1.     Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus ( minimum acceptable performance ), kita dapat menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak bidang studi, dapat diduga bahwa letak kelenahannya bersifat integral ( menyeluruh ) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran di kelas / sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu maka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada system intruksional khusus yang dipergunakan oleh guru bidang studi.
Estimasi ( perkiraan ) dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan 1) jenis dan sumber penyebab masalahnya, dan 2) karakteristik berat / ringannya masalah. Sampai saat ini sumber penyebab masalahnya dapat dikatakan dari luar diri diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas sedangkan karakteristik masalahnya adalah sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala – gejala khas yang menyangkutkan kelompok.
Sedangkan kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program pengajaran khusus ( pengayaan ) jika kelemahannya bersumber dari kurikulum. Jika kelemahannya bersumber dari system evaluasi, maka kemungkinan cara mengatasinya dengan pengembangan system penilaian yang menggairahkan siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor kondisional, kemungkinan dapat diatasi dengan pemenuhan buku, laboratorium dan sebagainya.
2.    Untuk Kasus Individu
Jika ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (± 5 – 25 % ) yang angka prestasinya tidak memadai batas lulus dan atau lebih kecil dari rata – rata nilai prestasi kelas, kita dapat langsung menyimpulkan bahwa kasus kesulitan belajar itu bersifat individu.
Permasalahannya pun dapat disimpulkan lebih lanjut ;
a.             Bersifat menyeluruh, jika ternyata kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi yang diikutinya.
b.             Bersifat segmental atau sektoral, jika ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi yang diikutinya.
c.             Bersifat personal, jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses atau penyesuaian dirinya.
Sedangkan sumber dan faktor penyebabnya dapat berupa faktor organismik siswa yang bersangkutan, sukar mengubah diri dengan pola – pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan system penilaian partisipasi dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana yang lebih muda diatasi dan mana yang lebih sulit. Jika faktor berpengaruh adalah faktor hereditas / gen maka usaha penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan hasil. Yang diperlukan untuk siswa semacam ini adalah penyaluran / penjurusan kepada program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya.
Jika kelemahan itu bersumber dari aspek organismik lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan lingkungan, maka penyembuhan secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama.
II. TINJAUAN PRAKTIS KESULITAN BELAJAR
A.  BERBAGAI MACAM KESULITAN BELAAJR
      Beberapa contoh kesulitan  belajar yang dapat dan sering didiagnosis adalah :
1.     Gangguan perhatian pada anak – anak
Anak tidak mampu memusatkan perhatiannya kepada sesuatu hal atau objek tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama. Beberapa ahli menyebutkan perhatian anak pada kelompok ini kurang dari 10 detik.
2.    Distrakbilitas
Akibat kekurangan perhatian, penderita mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan rangsang yang kurang menonjol, yang dapat berupa distrikdistrikbilitas visual, auditoris, dan internal.
Pada distribilitas visual, konsentrasi visual dialihkan ke benda- benda yang dilihatnya. Kedua matanya terus menerus menyelidik dan mencari pengalaman visual yang lebih seru serta lebih baik, akibatnya penderita sering memperlihatkan kekeliruan khas sewaktu membaca dan cenderung melompati kata – kata atau bahkan melewati begitu saja kalimatnya.
Pda distrikbilitas auditoris menyebabkan perhatian mudah teralih kepada suara – suara latar belakang. Pada distrikbilitas internal menyebabkan penderita terganggu oleh rangsangan yang berasal dari dalam dirinya berupa pikiran, ngatan, maupun asosiasiaya sendiri. Terlihat penderita sering melamun sehingga tidak memperhatikan pelajaran di kelas.
3.    Impulsif
Artinya cenderung bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakana itu mereka cenderung memberikan respon pertama yang msuk dalam pikirannya dan lebih senang “cepat selesai” dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat impulsivitas, penderita tidak tepat dalam membaca, mengeja dan berhitung meskipunkonsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.
4.    Kurang Ulet
Penderita akan menunjuukan sifat kurang ulet dalam bekerja sehingga pekerjannya jarang ernah selesai, selain itu juga akan mudah lelah sehingga berpikir lama kan mudah menguap, menggeliat, biasanya jam tidur juga tidak berimbang, siang hari suka tidur dan pada malam hari sering terbangun
5.    Selalu Berubah
Perhatian penderita akan sangat bergantung pada motivasinya, pada motivasi yang tinggi fokus perhatian akan lebih tajam, misalnya ; mengikuti acara televisi tertentu.
6.    Inkoordinasi
Artinya sukar melakukan kegaiatn motorik halus sehingga mengalami keslitan dalam menyalakan korek api, bermasalah dengan resleting, dan lain – lain.
B.   KESULITAN BELAJAR PARA ILMUWAN
      Rupanya gejala kesulitan belajar tidak hanya terjadi diderita oleh siswa ataupun para pendidik, hal inipun juga diderita oleh para ilmuan, diantaranya oleh Albert Einstein. Jika kita bicara sejarahnya, seringkali mengalami kegagalan dalam bidang bahasa, bahkan untuk ilmu eksak ia tidak tertarik dengan bidang ilmu yang membingungkan banyak orang ini, sehingga menurut gejalanya termasuk dalam Kurang ulet.
      Sementara itu Charles Robert Darwin, juga mengalami kesulitan belajar sampai akhir abad ke 20 tidak pernah teratasi. Dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami oleh Darwin adalah kategori Distrikbilitas akut.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

 
Blogger Templates