DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
A. Pengertian Diagnosis
Diagnosis merupakan istilah teknis
dibidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen (1955:530-532), diagnosis dapat
diartikan sebagai berikut :
1.
Upaya atau proses
menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui
pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala – gejalanya ;
2.
Studi yang seksama
terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan
– kesalahan dan sebagainya yang essensial.
3.
Keputusan yang dicapai
setelah dilakukan suatu studi yang seksaama atas gejala – gejala atau fakta
tentang suatu hal.
Dari
ketiga pengertian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa di dalam konsep
diagnosis, scera implicit telah mencakup pula konsep prognosisnya. Dengan
demikian, didalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi
jenis, karakteristik maupun latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit
tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan
kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
B. Pengertian kesulitan Belajar
Burton (1952:622-624)
mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggapa mengalami kesulitan
belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan (failure) tertentu dalam
mencapai tujuan – tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh
Burton sebagai berikut :
1.
Siswa dikatakan gagal
apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran
tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam
pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru.
2.
Siswa dikatakan gagal
apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi yang semestinya,
sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil yang
memuaskan.
3.
Siswa dikatakan gagal
apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat pengusaaan (level of
mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat
pelajaran berikutnya.
C. Diagnosis Kesulitan Belajar
Dengan mengaitkan kedua pengertian diatsa
maka kita dapat mendefinisikan diagnosis kesulitan belajar sebagai suatu proses
upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan –
kesulitan belajar dengan menghimpun berbagai informasi selengkap mungkin
sehingga mempermudah dalam pengambilan kesimpulan guna mencari alternatif
kemungkinan pemecahannya.
D. Mengidentifikasi kasus kesulitan belajar
Pada halaman berikut ini akan dijelaskan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.
1. Dengan metoda criterion referenced, maksudnya tes yang mengasumsikan bahwa instrumen evaluasi atau soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memnuhi syarat – syarat tertentu. Tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau 6,0.
b. Membandingkan
prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut. Secara
teoritis, mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah dapat
diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
c. Menghimpun
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa yang
mengalami gejala terparah ( yang nilainya jauh dibawah siswa penderita
kesulitan belajar lainnya )
d. Membuat
rangking / tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan psikologis.
Dengan hasil penandaan itu maka dapat
dikatakan bahwa kelas atau individu – individu tersebut memerlukan bimbingan
belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan
dalam TIK). Sebagai bahan ilustrasi perhatikanlah grafik prestasi belajar
berikut.
Dalam grafik ini ditunjukkan terdapat
enam siswa yang nilai prestasinya berada di bawah nilai batas lulus masing
masing adalah A,E, I, J, L, M dimana E dan J dapat menjadi prioritas.
Untuk kelanjutan pembahasan kasus,
perhatikan juga grafik berikut ini.
Dalam grafik kedua ini tampak dua siswa
(E dan J) yang benar – benar jauh di bawah garis rata – rata (mean). Dengan
demikian A, I, L, M dapat tidak menjadi kasus karena masih mendekati rata –
rata.
Dengan demikian, tampak jelas perbedaan
grafik pertama dan kedua. Meskipun masih menggunakan nilai prestasi yang sama,
jika norma atau ukuran yang dipergunakan dasarnya berbeda.
2.
Dengan metoda
norm-references, maksudnya nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran pembanding
bagi setiap nilai prestasi individu masing – masing siswa. Tahapannya adalah
sebagai berikut :
a. Mencari
dan menghitung nilai rata – rata kelas atau kelompok
b.
Menandai siswa – siswa
yang nilainya dibawah rata-rata
c.
Jika mau diadakan
prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti
pada metoda pertama.
E. Prosedur dan Teknik Diagnosis Kesulitan
Belajar
Ross dan Stanley (1956:332-341)
menggariskan tahapan – tahapan diagnosis seperti yang tersaji pada halaman
selanjutnya.
Dari skema tersebut, tampak bahwa
keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu merupakan usaha perbaikan
(corrective diagnosis) atau penyembuhan (curative). Sedangkan langkah yang
kelima merupakan usaha pencegahan (preventive).
Sedangkan menurut Burton (1952:640-652)
penggolongan tahapan – tahapan diagnosis tidak didasarkan pada usaha
penanganan, tetapi didasarkan [ada teknik dan instrumen yang digunakan dalam
pelaksanaannya, seperti dibawah ini :
1.
General Diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku,
seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil
belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami
kelemahan tertentu.
2.
Analistic Diagnosis
Pada tahap ini yang lazim digunakan ialah tes
diagnostik. Sasarannya, untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3.
Psychological
Diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen
yang digunakan antara lain :
a. Observasi
b.
Analisis Karya Tulis
c.
Analisis Proses dan
respon lisan
d.
Analisis berbagai
catatan objektif
e.
Wawncara
f.
Pendekatan
laboratories dan klinis
g.
Studi Kasus
Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah
ini pada dasarnya digunakan untuk memahami karakteristik dan faktor – faktor
penyebab terjadinya kesulitan. Jika output dari layanan bimbingan belajar
berupa perubahan pada diri siswa (terbimbing). Setelah menjalani tindakan
penyembuhan (treatment). Maka output dari layanan diagnosis kesulitan belajar
hanya sampai pada rekomendasi tentang kemungkinan alternatif tindakan
penyembuhan.
Jika kedua pendekatan tersebut diatas
dijabarkan menjadi satu, maka hasilnya dilihat pada diagram berikut :
F. Mengidentifikasi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Pada dasarnya bila setiap kesulitan
belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber pada komponen – komponen yang
berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar – mengajar sendiri.
Berbagai variabel yang mempengaruhi
proses belajar – mengajar menurut loree (1970:121-133) terdiri atas; 1)
Stimulus atau learning variables, 2) Organismic Variables, 3) response
Variable.
1.
Learning Variables,
Mencakup
a. Learning
Experience Variables, antara lain mengenai
1). Method
Variables, menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar, intensif – tidaknya
bimbingan guru dan ada – tidaknya kesempatan untuk praktikum.
2). Task
Variables, mencakup menarik-tidaknya apa yang harus dipelajari, bermakna-
tidaknya apa yang dipelajari dan tersedia-tidaknya fasilitas belajar yang
memadai.
b. Enviromental Variables, yang menyangkut iklim
belajar yang bergantung pada faktor tersedianya waktu yang cukup untuk belajar
dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai
2.
Organismic Variables,
mencakup
a. Characteristic of the learners, antara lain
tingkatan inttelegensi, usia dan taraf
kematangan, jenis kelamin dan kesiapan untuk belajar.
b. Mediating Processes, kondisi yang lazim
terdapat dalam diri swasta, antara lain, intelegensi, persepsi, motivasi,
takut, cemas dan tekanan batin yang sebagainya turut berperan dalam proses
berperilaku belajar.
3.
Response Variables,
Jika dikelompokkan berdasarkan tujuan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut.
a.
Tujuan – tujuan kognitif
, seperti pengetahuan, konsep – konsep dan keterampilan pemecahan masalah.
b.
Tujuan – tujuan afektif,
seperti sikap – sikap, nilai – nilai, minat dan apresiasi.
c.
Tujuan – tujuan pola
pola bertindak, antara lain ;
-
Keterampilan
psikomotoris, seperti menulis, mengetik, melukis, dsb.
-
Kompetensi –
kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato, memimpin diskusi,
pertunjukan, dsb.
-
Kebiasaan – kebiasaan,
seperti kebiasaan hidup sehat, kejujuran, kerapian, dsb.
Sedangkan
menurut Burton ( 1952 : 633 – 640 ), variabel yang mempengaruhi proses belajar
mengajar dapat dikelompokan menjadi dua faktor, yaitu faktor dari dalam diri
siswa dan faktor dari luar diri siswa.
1.
Faktor – faktor dari
dalam diri siswa, anatara lain ;
a.
Kelemahan secara
fisik, seperti tidak berkembangnya susunan syaraf pusat karena cacat atau
sakit, kurang berkembangnya panca indera sehingga menyulitkan proses interaksi
penyakit menahun dan ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi.
b.
Kelemahan – kelemahan
secara mental, seperti cacat mental, kurang semangat, serta trauma.
c.
Kelemahan – kelemahan
emosional, seperti terdapatnya rasa tidak aman, tercekam rasa phobia, maupun
ketidakmatangan.
d.
Kelemahan – kelemahan
yang disebabkan oleh kebiasaan yang salah, seperti banyak melakukan kegiatan
yang bertentangan dengan aktivitas sekolah.
e.
Tidak memiliki
keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti membaca,
menghitung, dsb.
2. Faktor – faktor dari luar diri siswa, antara lain ;
a.
Kurikulum yang seragam
( uniform ), bahan dan buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat – tingkat
kematangan.
b.
Terlalu berat beban
belajar / mengajar bagi siswa / guru.
c.
Terlalu besar populasi
siswa dalam kelas.
d.
Terlalu banyak
terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.
e.
Kekurangan gizi.
Bruner and Bruner ( 1972 ) yang melekukan studi
terhadap masalah putus sekolah di Indonesia, dari segi anthropologis ternyata
menemukan kelemahan – kelemahan struktural yang fundamental, antara lain ;
1.
Pandangan masyarakat (
orang tua ) yang salah terhadap pendidikan.
2.
Adanya falsafat hidup
“ nerimo ing pandum “ atau dengan kata lain tidak memiliki motif berprestasi (
n – Ach ).
3.
Tradisi hidup social
dan ekonomi yang terbelakang.
Jika kita hubungan dengan uraian – uraian di atas,
maka jika terdapat kasus kelemahan belajar dalam suatu kelas maka besar
kemingkinan kelemahan itu bukan bersumber pada kelemahan siswa secara
individual. Faktor yang memungkinkan terjadinya hal ini dapat berupa
kualifikasi guru yang tidak memadai, system belajar – mengajar yang digunakan,
pola keruangan sekolah atau bahkan system penilaian yang merugikan siswa.
Bermacam -
macam cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber kelemahan
belajar baik untuk kasus kesulitan belajar perkelompok maupun perindividu dan
apakan dari dalam atau luar diri siswa. Diantaranya dengan mengetes IQ siswa,
tes bahasa dan bilangan, oenganalisisan cara belajar siswa ataupun dengan
bantuan dokter ahli jiwa.
G. KESIMPULAN DAN PEMBUATAN REKOMENDASI PEMECAHAN KASUS
Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti
tersebut di atas, maka hendaknya 1) menarik kesimpulan umum 2) membuat
perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, selanjutnya, 3) memberikan
saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
1.
Untuk Kasus Kelompok
Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat
mencapai batas lulus ( minimum acceptable performance ), kita dapat
menyimpulkan bahwa kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang
mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi
kelas di bawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas
yang mengalami kesulitan belajar.
Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak
bidang studi, dapat diduga bahwa letak kelenahannya bersifat integral (
menyeluruh ) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran
di kelas / sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi
pada bidang studi tertentu maka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada system
intruksional khusus yang dipergunakan oleh guru bidang studi.
Estimasi ( perkiraan ) dan saran kemungkinan cara
mengatasi kasus di atas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan
1) jenis dan sumber penyebab masalahnya, dan 2) karakteristik berat / ringannya
masalah. Sampai saat ini sumber penyebab masalahnya dapat dikatakan dari luar
diri diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu
kelas sedangkan karakteristik masalahnya adalah sangat mungkin diatasi,
berdasarkan gejala – gejala khas yang menyangkutkan kelompok.
Sedangkan kemungkinan cara mengatasi adalah dengan
program pengajaran khusus ( pengayaan ) jika kelemahannya bersumber dari
kurikulum. Jika kelemahannya bersumber dari system evaluasi, maka kemungkinan
cara mengatasinya dengan pengembangan system penilaian yang menggairahkan
siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada faktor kondisional, kemungkinan
dapat diatasi dengan pemenuhan buku, laboratorium dan sebagainya.
2.
Untuk Kasus Individu
Jika ternyata hanya sebagaian kecil dari siswa (± 5 – 25 % ) yang angka prestasinya tidak memadai
batas lulus dan atau lebih kecil dari rata – rata nilai prestasi kelas, kita
dapat langsung menyimpulkan bahwa kasus kesulitan belajar itu bersifat
individu.
Permasalahannya pun dapat disimpulkan lebih lanjut
;
a.
Bersifat menyeluruh, jika
ternyata kelemahannya terjadi pada seluruh atau sebagaian besar bidang studi
yang diikutinya.
b.
Bersifat segmental
atau sektoral, jika ternyata kelemahannya terjadi pada sebagaian bidang studi
yang diikutinya.
c.
Bersifat personal,
jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi segi proses
atau penyesuaian dirinya.
Sedangkan sumber dan faktor penyebabnya dapat
berupa faktor organismik siswa yang bersangkutan, sukar mengubah diri dengan
pola – pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan system
penilaian partisipasi dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar
diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada
kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya
harus kita bedakan dahulu, mana yang lebih muda diatasi dan mana yang lebih
sulit. Jika faktor berpengaruh adalah faktor hereditas / gen maka usaha
penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan
hasil. Yang diperlukan untuk siswa semacam ini adalah penyaluran / penjurusan
kepada program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya.
Jika kelemahan itu
bersumber dari aspek organismik lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dan
lingkungan, maka penyembuhan secara metodologis dapat diterapkan meskipun
hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama.
II. TINJAUAN PRAKTIS KESULITAN BELAJAR
A. BERBAGAI MACAM KESULITAN BELAAJR
Beberapa contoh kesulitan belajar yang dapat dan sering didiagnosis
adalah :
1.
Gangguan perhatian
pada anak – anak
Anak tidak mampu
memusatkan perhatiannya kepada sesuatu hal atau objek tertentu untuk jangka
waktu yang cukup lama. Beberapa ahli menyebutkan perhatian anak pada kelompok
ini kurang dari 10 detik.
2.
Distrakbilitas
Akibat kekurangan
perhatian, penderita mempunyai kecenderungan untuk memperhatikan rangsang yang
kurang menonjol, yang dapat berupa distrikdistrikbilitas visual, auditoris, dan
internal.
Pada distribilitas
visual, konsentrasi visual dialihkan ke benda- benda yang dilihatnya. Kedua
matanya terus menerus menyelidik dan mencari pengalaman visual yang lebih seru
serta lebih baik, akibatnya penderita sering memperlihatkan kekeliruan khas
sewaktu membaca dan cenderung melompati kata – kata atau bahkan melewati begitu
saja kalimatnya.
Pda distrikbilitas
auditoris menyebabkan perhatian mudah teralih kepada suara – suara latar
belakang. Pada distrikbilitas internal menyebabkan penderita terganggu oleh
rangsangan yang berasal dari dalam dirinya berupa pikiran, ngatan, maupun
asosiasiaya sendiri. Terlihat penderita sering melamun sehingga tidak
memperhatikan pelajaran di kelas.
3.
Impulsif
Artinya cenderung
bertindak tanpa mempertimbangkan akibat tindakana itu mereka cenderung
memberikan respon pertama yang msuk dalam pikirannya dan lebih senang “cepat
selesai” dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mengutamakan ketelitian. Akibat
impulsivitas, penderita tidak tepat dalam membaca, mengeja dan berhitung
meskipunkonsep dasarnya telah dikuasai dengan baik.
4.
Kurang Ulet
Penderita akan
menunjuukan sifat kurang ulet dalam bekerja sehingga pekerjannya jarang ernah
selesai, selain itu juga akan mudah lelah sehingga berpikir lama kan mudah
menguap, menggeliat, biasanya jam tidur juga tidak berimbang, siang hari suka
tidur dan pada malam hari sering terbangun
5.
Selalu Berubah
Perhatian penderita
akan sangat bergantung pada motivasinya, pada motivasi yang tinggi fokus
perhatian akan lebih tajam, misalnya ; mengikuti acara televisi tertentu.
6.
Inkoordinasi
Artinya sukar
melakukan kegaiatn motorik halus sehingga mengalami keslitan dalam menyalakan
korek api, bermasalah dengan resleting, dan lain – lain.
B. KESULITAN
BELAJAR PARA ILMUWAN
Rupanya gejala kesulitan belajar tidak
hanya terjadi diderita oleh siswa ataupun para pendidik, hal inipun juga diderita
oleh para ilmuan, diantaranya oleh Albert Einstein. Jika kita bicara
sejarahnya, seringkali mengalami kegagalan dalam bidang bahasa, bahkan untuk
ilmu eksak ia tidak tertarik dengan bidang ilmu yang membingungkan banyak orang
ini, sehingga menurut gejalanya termasuk dalam Kurang ulet.
Sementara itu Charles Robert Darwin, juga
mengalami kesulitan belajar sampai akhir abad ke 20 tidak pernah teratasi. Dari
berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami oleh Darwin
adalah kategori Distrikbilitas akut.
0 komentar:
Posting Komentar